
Braden Smith: Bintang NFL yang Terpuruk oleh OCD Religius, Kini Telah Bangkit
Love Diet – Braden Smith, pemain andalan Indianapolis Colts, sempat hilang dari radar ketika harus absen selama lima pertandingan terakhir musim 2024 karena berjuang melawan obsesif-kompulsif (OCD) jenis religious scrupulosity. Kondisi ini begitu menguras mental sehingga ia mengaku nyaris tidak mampu menjalani hidupnya—hingga terpikirkan untuk mengakhiri hidup.
Ketika Iman Disalahgunakan oleh Pikiran
Braden Smith menjelaskan bahwa OCD membuatnya menciptakan “Tuhan yang menghakimi”—berbeda dari Tuhan yang ia yakini selama ini. Ia merasa setiap kesalahan kecil layaknya pukulan penguasa yang siap mengusirnya. Tekanan spiritual ini telah menyedot energinya, membuatnya merasa bukan dirinya sendiri selama suasana hati terganggu parah.
Kehilangan Semangat Hidup dan Dekat dengan Ambang Kematian
Dalam pertarungan batin yang berat, Smith mengakui bahwa ia tidak peduli pada sepak bola, keluarganya, atau bahkan anaknya yang baru lahir. Ia mengaku “hampir sebulan dari menembak kepalaku sendiri,” hingga sang istri memberi ultimatum untuk segera mencari pertolongan.
Terapi Konvensional Gagal, Ibogaine Jadi Harapan Terakhir
Smith sempat menjalani terapi intensif di fasilitas kesehatan di Colorado, namun perbaikan yang didapat minim. Sebagai upaya terakhir, ia melakukan terapi psikedelik dengan ibogaine di Meksiko, lalu melanjutkan perawatan dengan ERP di rumah. Langkah ini memberinya reset mental dan membuka jalan pemulihan.
Kembali Stabil dan Siap Menghadapi Musim Baru
Kini, OCD-nya telah memasuki kategori ringan—tidak lagi mengontrol hidupnya. Polisi Colts menegaskan Smith kembali berada dalam kondisi prima, bersemangat untuk kembali bermain dan memberikan dampak positif bagi tim. Kontraknya diperbarui dengan struktur yang lebih realistis namun tetap menjamin kontribusinya pada 2025.
Pelajaran dari Scrupulosity dan Pentingnya Bantuan Profesional
Religious scrupulosity adalah subtipe OCD yang berfokus pada kecemasan moral dan spiritual. Terapi ERP menjadi pendekatan utama, meski cenderung lebih sulit diterapkan karena menyentuh ranah keyakinan. Studi menyarankan terapi perilaku kognitif sebagai alternatif jika ERP tidak memungkinkan
Leave a Reply